
Solokini.com, Solo – Wakil Wali Kota Surakarta (Solo), Astrid Widayani, membuka Sosialisasi Program Pendampingan Batik Berkelanjutan di Kampoeng Batik Laweyan, Senin (8/8/2025).
Program ini digelar oleh Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) bersama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan CECT Universitas Trisakti.
Kegiatan yang diselenggarakan di kediaman Pemilik Batik Halus Puspa Kencana, Iwan, di Laweyan ini sebagai upaya memperkuat ekosistem batik ramah lingkungan serta memberdayakan ekonomi lokal.
Dalam sambutannya, Astrid Widayani menegaskan komitmen Pemkot Solo dalam mendukung transformasi sektor usaha kecil menengah (UKM), khususnya perajin batik, menuju praktik yang lebih ramah lingkungan.
“Kampoeng Batik Laweyan bukan hanya warisan budaya, tapi juga pusat ekonomi kreatif yang memiliki potensi besar untuk berkembang melalui pendekatan berkelanjutan,” tutur Astrid Widayani.
“Kami sangat mengapresiasi langkah PT BNI bersama mitra yang turut menginisiasi program ini,” lanjutnya.
Pendampingan Batik ini bertujuan untuk memperkenalkan dan mendorong penggunaan stearin sawit sebagai bahan baku alternatif dalam proses membatik.
Terutama untuk menggantikan malam konvensional yang kurang ramah lingkungan.
Ketua FPKBL, Alpha Fabela Priyatmono, menekankan pentingnya pendekatan budaya dalam transformasi batik berkelanjutan.
Ia menyampaikan, penggunaan stearin sawit bukan hanya solusi teknis, tetapi juga langkah strategis untuk mempertahankan identitas batik Laweyan sembari menyesuaikan dengan tantangan zaman.
“Kami ingin agar batik Laweyan tetap otentik namun mampu menjawab tuntutan global untuk praktik yang lebih beretika dan ramah lingkungan,” jelas Alpha Fabela Priyatmono.
Direktur Market Transformation dari RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), Dr. M. Windrawan Inantha, turut memberikan pandangan mengenai potensi besar penggunaan produk sawit berkelanjutan di sektor kerajinan.
Pihaknya menyoroti peluang pasar internasional yang semakin menuntut sertifikasi keberlanjutan dalam produk tekstil, termasuk batik.
Sesi sosialisasi program disampaikan secara mendalam oleh Dr. Maria Ariesta Utha dari CECT Universitas Trisakti.
Ia menjelaskan roadmap program pendampingan, strategi penguatan tata kelola kelembagaan. Serta peningkatan kapasitas para perajin batik agar dapat beradaptasi dengan tren industri hijau.
Kegiatan yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan komunitas batik, akademisi, dan pelaku industri, ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif dan diskusi terbuka.
Para peserta menunjukkan antusiasme tinggi dan menyatakan kesiapan untuk ikut ambil bagian dalam implementasi program.
Acara ini sekaligus menandai awal dari komitmen bersama untuk menjadikan Kampoeng Batik Laweyan sebagai model transformasi batik berkelanjutan di Indonesia.