
Wali Kota Solo, Respati Ardi, menyampaikan bahwa jumlah dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kota Solo masih belum mencukupi untuk mengakomodasi kebutuhan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Saat ini, baru ada enam unit dapur yang beroperasi dari total kebutuhan sebanyak 40 unit.
“Kita yang hari ini menurut data yang kita dapatkan baru 6 unit (SPPG), totalnya seharusnya bisa 40 dapur yang merata di Kota Solo,” ujar Respati Ardi seusai meresmikan dapur SPPG Laweyan yang dikelola Yayasan Bangun Gizi Nusantara di Jalan Dr Wahidin, Penumping, Laweyan, Solo, Senin (4/8/2025).
Respati menambahkan, pihaknya menargetkan hingga akhir tahun 2025 nanti, jumlah dapur yang tersedia bisa bertambah menjadi 20 unit. Untuk mencapai angka tersebut, ia mengajak semua pemangku kepentingan, termasuk pengusaha katering, turut mendukung penambahan dapur gizi agar pelaksanaan MBG menjangkau lebih luas, termasuk untuk anak sekolah, ibu hamil, dan lansia.
“Kita targetkan di akhir tahun, bismillah dengan bantuan dengan seluruh stakeholder, usaha jasa katering dan lainnya bisa target untuk 20 dapur SPPG,” sebutnya.
Dalam acara peresmian SPPG Laweyan milik pengusaha kuliner Puspo Wardoyo itu , Respati memberikan apresiasi terhadap fasilitas dapur MBG yang dikelola Wong Solo Group. Ia menilai kapasitas pengolahan yang besar dan kelengkapan peralatan yang digunakan menjadikan dapur tersebut sebagai contoh ideal bagi dapur MBG lainnya.
“Intinya tadi kapasitasnya, kapasitas besar dengan SOP yang sangat bagus. Mulai dari dryer dan alat-alatnya yang sudah sangat luar biasa bagus. Ini tentunya menjadi salah satu contoh SPPG yang baik, yang untuk satu dapur bisa lebih dari 3 ribu calon penerima. Lha kalau begini lebih efektif dan efisien. Semoga ini bisa diduplikasi di tempat-tempat lain yang belum menerima,” katanya.
Sementara itu, pendiri Wong Solo Group sekaligus pengelola SPPG Laweyan, Puspo Wardoyo, menyatakan pihaknya saat ini telah menjalankan dua dapur SPPG di Solo. Namun ia berambisi menambah hingga delapan dapur demi mendukung penuh program MBG dari pemerintah pusat.
“Ini saya di Solo itu dua dapur. Insyaallah kita mau bikin mungkin 8 dapur di Solo,” ucap Puspo.
Meski memiliki keinginan besar untuk mendirikan dapur di setiap kecamatan, Puspo mengungkapkan adanya kendala berupa keterbatasan lahan di Kota Solo. Harga tanah yang tinggi menjadi tantangan tersendiri dalam pengembangan jaringan dapur tersebut.
“Ya terus (membangun) tapi kan yang susah tanah. Solo kan tanah yang jadi masalah, mahal-mahal kan sehingga banyak yang nggak berani investasi ya. Ini kita kan berjuang, berjuang untuk negara kan,” ujar dia.
Ia pun menyebut bahwa pembangunan dua dapur yang telah diresmikan di Laweyan membutuhkan dana sekitar Rp5 miliar hingga Rp6 miliar. Meski memakan biaya besar, dapur tersebut digadang-gadang sebagai proyek percontohan yang bisa dijadikan referensi bagi dapur SPPG lainnya di Solo.
“Ya insyaallah (ini jadi pilot project), kita tunjukkan ini bahwa ini yang terbaik, yang jadi contoh yang betul-betul bergizi, yang sehat, higienis,” kata Puspo.