Solokini.com, Solo – Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga anggota DPRD Kota Solo, Sugeng Riyanto, resmi melaporkan Rumah Makan Ayam Goreng Widuran ke Polresta Solo pada Rabu, 11 Juni 2025. Laporan ini dilayangkan atas dugaan penipuan oleh pihak rumah makan yang menyajikan ayam goreng non-halal tanpa memberikan penjelasan kepada konsumen.
Sugeng mengungkapkan bahwa dirinya membeli dan menyantap ayam goreng dari rumah makan yang terletak di Jalan Sutan Syahrir No. 71, Solo, pada 5 Mei 2025 lalu. Saat itu, ia makan bersama anggota Komisi IV DPRD Solo usai melakukan kegiatan inspeksi mendadak. Meski yang membayar adalah seorang staf DPRD perempuan berhijab, pihak rumah makan tidak memberi tahu bahwa menu yang disajikan mengandung bahan non-halal.
“Jadi hari ini saya, Sugeng Riyanto, sebagai pribadi—sekali lagi saya tegaskan sebagai pribadi, bukan sebagai Ketua Komisi IV DPRD—melaporkan perihal Ayam Goreng Widuran ke Polresta Solo. Kenapa melaporkan? Karena saya merasa ditipu. Kenapa ditipu? Karena kami Komisi IV waktu itu datang ke sana untuk membeli produk Ayam Goreng Widuran, yang membayar pakai jilbab, kemudian jelas-jelas mengandung produk non-halal tetapi mengapa yang datang dan membayar pakai hijab tidak ada informasi produknya non-halal,” tegas Sugeng saat berada di Polresta Solo.
Dalam proses pelaporan tersebut, Sugeng tidak datang sendirian. Ia didampingi oleh Tim Kuasa Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Solo. Mereka selanjutnya menyampaikan laporan tersebut ke petugas Satreskrim Polresta Solo di Lantai 3 Gedung Mapolresta Solo. Kemudian Sugeng sebagai pelapor telah menerima surat tanda bukti penerimaan pengaduan dengan Nomor:STBP/411/VI/2025/Reskrim
“Alhamdulillah didampingi dari teman-teman Tim Hukum MUI Solo untuk kemudian memproses ini secara hukum. Alhamdulillah sudah diterima. Kami sudah mendapatkan tanda terima laporan kami dan akan segera diproses ke proses selanjutnya. Kami berharap proses ini segera bergulir dan kemudian masyarakat semakin tahu,” ujarnya.
Sugeng menyampaikan harapannya agar laporan ini menjadi pelajaran bagi pelaku usaha kuliner lainnya. Ia menilai pentingnya keterbukaan informasi, khususnya terkait kandungan bahan yang ada di makanan yang dijual, agar konsumen tidak dirugikan, terutama yang mengutamakan aspek kehalalan.
“Yang kami harapkan betul pelaku usaha yang serupa, yang masih mencantumkan halal pada produknya non-halal atau produknya non-halal dan dia tidak transparan memberikan informasi bahwa produknya non-halal belajarlah dari kasus ini. Jangan lakukan itu,” katanya.
“Kalau non-halal pasang aja non-halal. Kalau halal ayo ada sertifikasi, sehingga semua konsumen mendapatkan hak-haknya secara utuh. Saya berharap dari kasus ini tidak ada lagi korban masyarakat Muslim yang mereka tertipu lagi karena kasus serupa,” tambah Sugeng.
Ketua Tim Hukum MUI Solo, Dedi Purnomo, yang mendampingi Sugeng dalam pelaporan tersebut menilai bahwa tindakan rumah makan Ayam Goreng Widuran merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak-hak konsumen. Ia menyoroti pentingnya keterbukaan informasi oleh pelaku usaha.
“Semestinya kalau memang non-halal jangan mencantumkan yang halal. Atau paling tidak menulis non-halal, ada keterbukaan terkait dengan informasi publik hak perlindungan konsumen,” ujar Dedi.
Menurut Dedi, pelaporan yang dilakukan mengacu pada Pasal 378 KUHP tentang penipuan, serta Pasal 36 yang merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Ia menekankan bahwa kejelasan informasi produk, terutama dalam hal kehalalan, adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha.
Kasus ini mencuat setelah Rumah Makan Ayam Goreng Widuran secara terbuka menyatakan bahwa produknya tidak halal melalui unggahan di media sosial pada akhir Mei 2025. Pernyataan tersebut mengejutkan publik, mengingat rumah makan tersebut telah beroperasi selama puluhan tahun tanpa memberikan informasi tersebut sebelumnya.