
Solokini.com, Solo – Di tengah kondisi ekonomi yang masih lesu, komunitas Tenka di Kota Surakarta (Solo) secara mengejutkan muncul sebagai motor penggerak ekonomi mikro yang signifikan.
Melalui kolaborasi event yang nyaris non-stop, Tenka Community membuktikan bahwa hobi yang dianggap minoritas justru bisa menjadi sumber rezeki yang menjanjikan.
Sepanjang tahun 2025 ini, komunitas penggemar budaya pop Jepang (sering disebut wibu) tersebut telah sukses menggelar hampir 20 acara kolaborasi.
Berkat kepercayaan dari berbagai sponsor dan kolaborator, Tenka Community di bawah pimpinan Adam Iskandarsyah berhasil menghidupkan apa yang ia sebut sebagai “Wibunomics”.
Menurut Adam, wibunomics adalah ekonomi yang berputar dari aktivitas komunitas penggemar budaya pop Jepang.
“Kami bersyukur masih dipercaya. Ini adalah kesempatan kecil kami untuk berkontribusi bagi kota Solo di tengah kondisi ekonomi yang masih lesu,” ujar Adam, Founder Tenka Community, Sabtu (25/10/2025).
Menghidupkan Rantai Bisnis Kreatif Lokal
Bagi orang awam, event Jepang mungkin hanya dipandang sebagai ajang kumpul-kumpul dengan kostum unik. Namun, bagi ratusan pelaku usaha kecil di Solo, event ini adalah lahan basah yang dinanti.
“Wibunomics” yang digerakkan Tenka telah menyentuh dan menghidupkan berbagai sektor di Solo, di antaranya:
- Jasa Kreatif
Para penyedia jasa rental kostum, styling wig, hingga komisi make up (komis) dan jasa fotografi banjir orderan. Satu event dilaporkan mampu menghidupkan puluhan freelancer seni rias dan fotografi.
- UMKM dan Kuliner
Lapak-lapak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), penjual kuliner, hingga pedagang merchandise mendapatkan pelanggan tetap dari keramaian pengunjung.
- Transportasi
Sektor informal seperti ojek online (ojol) juga merasakan dampak positif karena sibuk mengantar para cosplayer dan pengunjung ke lokasi acara.
Untuk memastikan roda ekonomi ini bergerak lancar, Adam dan tim Tenka bahkan memberikan promosi gratis, dengan me-repost promosi penyedia jasa seperti rental kostum, make up, dan foto melalui akun media sosial mereka.
“Kami ingin mereka juga dapat rezeki,” jelas Adam.
Fasilitas dan Tantangan “Minoritasnya Minoritas”
Sebagai komunitas yang aktif di ruang publik, Tenka berupaya memberikan fasilitas terbaik bagi para pelaku industri kreatif ini. Salah satunya dengan berkoordinasi dengan pengelola tempat untuk menyediakan ruang transit gratis.
Ruangan ini disediakan tidak hanya untuk peserta lomba cosplay, tetapi juga untuk cosplayer yang hanya ingin berfoto dan para penyedia jasa make up agar bisa bekerja dengan nyaman.
“Kami juga koordinasi ketat dengan pengelola tempat terkait aktivitas fotografer, terutama jika ada aturan seperti larangan menggelar lapak di titik tertentu,” tambah Adam.
Meskipun telah berupaya memfasilitasi dan mengatur, Adam mengakui komunitasnya masih menghadapi tantangan klise, yaitu adanya oknum yang melanggar aturan dan tidak menjaga kebersihan.
“Padahal sudah dikasih tempat gratis. Hanya tinggal menjaga kebersihan dan ketertiban saja,” keluhnya.
Namun, Adam Iskandarsyah dan teman-temannya tetap optimis.
“Komunitas kami adalah minoritasnya minoritas. Tak banyak yang bisa kami lakukan. Tetapi, setidaknya kami berbuat sesuatu untuk hobi kami dan yang lebih penting untuk ekonomi kota Solo,” lanjut Adam.
Kisah Tenka Community ini membuktikan, kontribusi nyata terhadap ekonomi lokal tidak melulu harus datang dari industri besar. Melainkan bisa dimulai dari kecintaan dan semangat sebuah komunitas kecil yang dikelola dengan serius dan penuh dedikasi.
 
		